Jawa

Jejer Ngastina. Duhkitaning Prabu Pandu lan Dewi Kunti jalaran lahire ponang jabang bayi kang awujud bungkus. Tan ana sanjata kang tumawa kanggo mbedah bungkus. Kurawa uga melu cawe-cawe arsa mecah bungkus, sanadyan amung lelamisan, bakune arsa nyirnaake si bungkus. Wisiking dewa sang bungkus den bucal ing alas Krendawahana.. Ing pertapan Wukir Retawu Bagawan Abiyasa kasowanan Raden Permadi kang kaderekaken repat punakawan. “Kanjeng Eyang, kadi pundi nasibipun Kakang Bungkus, sampun sawetawis warsa mboten wonten suraos ingkang sae, bab menika Eyaang, andadosaken duhkitaning Kanjeng Ibu Kunti…” Tartamtu Sang Winasis kang pancen luber ing pambudi sampun pirsa apa kang dadi lakon. “Putuku nggeeer, Permadi, mangertiya jer kakangmu nembe nglakoni karmane, ing tembe kakangmu Si Bungkus bakal dadi satriya utama, lan bakal oleh apa kang sinebut wahyu jati…” Ing Suralaya, Batara Guru nimbali Gajahsena, putra sang batara kang awujud gajah, kinen mecah si bungkus saengga dadi sejatining manungsa. Sang Guru ugi angutus Dewi Umayi kinen nggladhi kawruh babagan kautaman marang si bungkus. Purna anggennya peparing ajaran marang si bungkus, Dewi Umayi aparing busana arupa cawat bang bintulu abrit, ireng, kuning, putih, pupuk, sumping, gelang, porong, lan kuku Pancanaka. Salajengipun, Gajahsena mbuka bungkus. Pecahing bungkus dados sapatemon kekalihipun, kagyat dados lan perangipun. Binanting sang Gajahsena. Sirna jasad sang gajah. Roh lan daya kekiyatanipun manjing jroning angga sang bungkus. Praptene Betara Narada. Si Bungkus tumakon marang Sang Kabayandewa, “Heemmm, aku iki sopoh?” “Perkencong, perkencong waru doyong, ngger, sira kuwi sejatine putra kapindho ratu ing Amarta Prabu Pandudewanata. Sira lahir awujud bungkus, lan kersaning dewa sira kudu dadi satriya utama…, lan sira tak paringi tetenger Bratasena ya ngger…” Rawuhipun Ratu saking Tasikmadu kang nyuwun senjata pitulungan marang Bratasena kinen nyirnakaken raja raseksa aran Kala Dahana, Patih Kala Bantala, Kala Maruta lan Kala Ranu. Para raseksa sirna. Sekakawan kekiatan saking raseksi wau nyawiji marang Raden Bratasena, inggih punika kekiatan Geni, Lemah, Angin lan Banyu.

Indonesia

Topik Ngastina. Duhkitaning Prabu Pandu dan Dewi Kunti karena melahirkan seorang bayi laki-laki dalam bentuk bungkus. Tan adalah senjata pilihan untuk membedah bungkusnya. Kurawa juga ikut dalam proses pemecahan bungkusnya, walaupun hanya kemalasan, standar arsa merusak bungkusnya. Wisiking dewa sang bungkus den bucal di alas Krendawahana.. Di padepokan Wukir Retawu Bagawan Abiyasa, Raden Permadi dimakamkan. “Kanjeng Eyang, bagaimana nasib Kakang Bungkus, sudah beberapa tahun tidak ada surah baik, tentang Eyaang ini, biarkan Kanjeng Ibu Kunti yang melakukannya…” Pastinya para Winasis yang begitu melimpah di dalam kultivator sudah mengetahui apa itu dramawan. “Cucuku, Permadi, mengerti bahwa saudaramu baru saja melakukan karmanya, di masa depan saudaramu Si Bungkus akan menjadi ksatria utama, dan akan mendapatkan apa yang disebut wahyu jati…” Di Suralaya, Batara Guru memanggil Gajahsena, putra batara yang berwujud gajah, untuk memecahkan bungkusnya sehingga ia menjadi manusia yang sesungguhnya. Sang Guru juga mengutus Dewi Umayi Kinen untuk memberikan pengetahuan kebajikan kepada pengepakan. Usai memberikan ajaran kepada bungkusnya, Dewi Umayi mengenakan pakaian berupa merah, hitam, kuning, putih, pupuk, unta, gelang, porong, dan paku Pancanaka. Selanjutnya, Gajahsena membuka bungkusnya. Pemecahan bungkus menjadi pertemuan mereka berdua, tiba-tiba menjadi dan berkelahi.Binanting sang Gajahsena. Tubuh gajah menghilang. Semangatnya dan kekuatan kekuatannya masuk ke jaring laba-laba. Praptene Betara Narada. Pembungkus bertanya kepada Kabayandewa, "Heemmm, apa aku gila?" “Perkencong, perkencong waru doyong, ngger, kamu sebenarnya adalah putra kedua ratu di Amarta Prabu Pandudewanata. Kamu lahir dalam satu bundel, dan atas kehendak para dewa kamu harus menjadi ksatria utama…, dan aku memberimu tanda Bratasena ya ngger…” Kedatangan Ratu Tasikmadu yang meminta senjata untuk membantu Bratasena Kinen menghancurkan raja-raja raksasa yang disebut Kala Dahana, Patih Kala Bantala, Kala Maruta dan Kala Ranu. Raksasa menghilang. Empat kekuatan rasisme ini menyatukan Raden Bratasena, yaitu kekuatan Api, Bumi, Angin dan Air.

TerjemahanSunda.com | Bagaimana cara menggunakan terjemahan teks Jawa-Indonesia?

Semua terjemahan yang dibuat di dalam TerjemahanSunda.com disimpan ke dalam database. Data-data yang telah direkam di dalam database akan diposting di situs web secara terbuka dan anonim. Oleh sebab itu, kami mengingatkan Anda untuk tidak memasukkan informasi dan data pribadi ke dalam system translasi terjemahansunda.com. anda dapat menemukan Konten yang berupa bahasa gaul, kata-kata tidak senonoh, hal-hal berbau seks, dan hal serupa lainnya di dalam system translasi yang disebabkan oleh riwayat translasi dari pengguna lainnya. Dikarenakan hasil terjemahan yang dibuat oleh system translasi terjemahansunda.com bisa jadi tidak sesuai pada beberapa orang dari segala usia dan pandangan Kami menyarankan agar Anda tidak menggunakan situs web kami dalam situasi yang tidak nyaman. Jika pada saat anda melakukan penerjemahan Anda menemukan isi terjemahan Anda termasuk kedalam hak cipta, atau bersifat penghinaan, maupun sesuatu yang bersifat serupa, Anda dapat menghubungi kami di →"Kontak"


Kebijakan Privasi

Vendor pihak ketiga, termasuk Google, menggunakan cookie untuk menayangkan iklan berdasarkan kunjungan sebelumnya yang dilakukan pengguna ke situs web Anda atau situs web lain. Penggunaan cookie iklan oleh Google memungkinkan Google dan mitranya untuk menayangkan iklan kepada pengguna Anda berdasarkan kunjungan mereka ke situs Anda dan/atau situs lain di Internet. Pengguna dapat menyisih dari iklan hasil personalisasi dengan mengunjungi Setelan Iklan. (Atau, Anda dapat mengarahkan pengguna untuk menyisih dari penggunaan cookie vendor pihak ketiga untuk iklan hasil personalisasi dengan mengunjungi www.aboutads.info.)